"Wahai orang orang yang mengaku beriman!
masuklah kedalam Islam secara kaffah (keseluruhan), dan jangan kalian mengikuti langkah langkah Syeithan, sesungguhnya Syeithan itu (merupkan) musuhmu yang nyata.” (QS. 2/Al-Baqarah: 208).
Dalam ayat di atas, Allah meminta tiga hal kepada orang orang yang mengaku telah beriman, yaitu
1) untuk memasuki agama Islam secara kaffah (secara keseluruhan/secara tota litas),
2) supaya tidak mengikuti langkah langkah Syeithan,
3) Allah informasikan dengan jelas, bahwa Syethan itu musuh yang nyata bagi orang orang yang mengaku telah beriman.
Dalam konteks ayat diatas dapat kita analisis, apa kira kira maksud Allah meminta kepada orang orang yang telah beriman supaya masuk kembali kedalam Islam secara kaffah (secara menyeluruh) atau dalam istilah yang lain secara totalitas. Menurut analisa penulis, pertama, Allah sangat mengetahui bahwa manusia secara umum tidak menerima ajaran Islam itu secara kaffah (secara menyeluruh/totalitas), tetapi menerima sebagian dan menolak sebagian yang lainnya.
Untuk itu penulis ingin menganalisa dalam 4 (empat) aspek saja, yaitu aspek aqidah, aspek ibadah, aspek mu'amalah dan aspek hukum syari'at. Pertama mari kita lihat dalam aspek aqidah, wah masih banyak sekali ummat Islam Indonesia yang aqidahnya masih berbaur dengan keyakinan Hindu,
keyakinan Hindu, contoh ketika seorang ibu sedang memasak didapur, tiba-tiba piring jatuh sampai pecah atau gelas dan barang-barang yang lain, umumnya meyakini bahwa itu sduatu pertanda ada sesuatu hal yang tidak baik bakal dialami oleh salah seorang anggota keluarga, apa lagi secara kebetulan ada salah serang anggota keluarga yang mendapat kecelakaan atau mengalami musibah, maka keyakinannya semakin bertambah. Pada hal dalam rukun Iman telah tuntas dijelaskan, bahwa salah satu rukun Iman adalah percaya kepada qadha dan qadar, artinya segala sesuatu yang menimpa kita, pada hakekatnya telah tertulis di Iauh mahfudl sejak kita dalam kandungan ibu kita ketika genap empat bulan usia kndungan, ketika itulah ditupkan ruh, dan ditetapkan rezeki, jodoh, peruntungan nasib, dan juga batas usia, mana da hubungannya dengan pertanda pertanda seperti tersebut diatas.
Begitu juga masih banyak yang percaya bahwa arwah orang orang yang sudah mati akan kembali pada malam malam Jum'at tertentu untuk memantau anggota keluarga yang masih hidup, maka untuk menghormati arwah tersebut dengan membakar kmenyan, sebagai informasi bahwa semua anggota keluarga yang masih hidup dalam keadaan nyaman nyaman saja. Dan masih banyak anggota masyarakat ketika mau menikah, menziarahi kuburan kedua orang tua untuk meminta restu, hal ini sering kita tonton dalam film-film dan sinetron sinetron yang ditayangkan di media televisi. Hal ini dapat kita maklumi, karena produser film dan sinetron yang paling ngetop sa'at ini adalah "Ram Punjabi" yang jelas jelas masih beragama Hindu, tetapi justru produdser itulah yang paling digandrungi oleh masyarakat, dan anehnya tidaka ada koreksi dari MUI Indonesia terhadap tontonan yang sudah menjamur disemua media televisi sa'at ini.
Pada setiap acara pesta pernikahan, selalu ada acara tepung tawar untuk keselamatan dan kebahagiaan hidup kedua penganten dengan alasan melestarikan adat, padahal jika adat tersebut yang jelas jelas melanggar syari'at mengapa harus dilestarikan, mengapa tidak langsung memohon kepada Allah supaya kedua penganten agar sakinah mawaddah warahmah, memang itu juga umumnya dilakukan dalam upacara do'a, tetapi tepung tawarpun tidak boleh ketinggalan. Itulah fenomena masyarakat kita sa'at ini yang sudah berlangsung sejak Indonesia belum merdeka bahkan mungkin samapai kapanpun ini belum bisa dihilangkan, karena penguasa/pemerintah hampir tidak pernah berpikir, apa lagi untuk mencegah fenomena itu.
Kedua dalam aspek ibadah. Hal ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari hari, dimana jika kita tuding kepada setiap manusia yang selalu mengucapkan dua kalimah syahadat (mengaku sudah Islam), bahwa mereka sebenarnya masih kafir (ingkar), sangat marah, tetapi biia kita tuntut supaya mereka untuk menjalankan syari'at Islam seutuhnya, ternyata yang dapat dilakukan hanya sebahagian saja (sepotong sepotong). Contohnya masih banyak sekali ummat Islam yang belum menegakkan shalat lima waktu secara benar, alias masih banyak yang bolong, bahkan ada yang sama sekali hampir tidak melaksanakan sama sekali, ada yang melakukan shalat sehari semalam rata rata empat waktu saja, karena waktu subuh sering terlambat bangun, dan ada yang hanya tiga waktu saja (zuhur, maghrib dan isya) sedang ashar dan subuh dengan alasan jika ashar masih banyak sekali aktifitas mencari nafkah, sedang subuh sulit bangun tidur karena kecapaian seharian bekerja. Ada yang melaksanakan Shalat hanya seminggu sekali saja yaitu shalat jum'at, dan ada yang melaksanakan shalat lima waktu secara penuh dan bahkan banyak berjama'ah satu bulan saja, yaitu pada bulan Ramadhan, karena khawatir puasanya tidak diterima jika tidak shallat, selesai Ramadhan kembali kehabitat semula. Ada juga yang shalat hanya dua kali saja dalam setahun yaitu shalat Idul Fithri dan Idui Adlha, belum lagi kita analisa apakah kualitas shalat mereka sudah benar sesuai dengan contoh Rasul.
Bila kita mencoba mengambil persentase, barang kali belum mencapai dua puluh persen ummat Islam Indonesia yang mencapai lebih seratus lima puluh juta orang yang dapat menegakkan shalat lima waktu dengan benar, sangat disayangkan belum ada lembaga yang mengadakan survey untuk itu. Demikian juga bila kita pantau keadaan ummat Islam Indonesia yang dapat menjalankan ibadah puasa Ramadhan dengan benar, apa lagi yang masih muda, bahkan yang sudah gaek serkalipun belum mampu menjalankan ibadah puasa Ramadhan dengan benar. Bukan hanya itu, sudah tidak puasa, tetapi secara terang terangan mampu merokok bahkan makan siang didepan orang orang yang sedang berpuasa.
Jika kita tinjau dalam ibadah zakat dan Hajji, tentunya Iebih memprihatinkan lagi, masih banyak orang orang yang berniaga menunaikan zakat tidak sesuai dengan ketentuan syari'at, artinya masih banyak yang mengelak atau mengurangi dari ketentuan yang sebenarnya, misalnya menghitung zakat dari hasil keuntungan saja padahal ketentuan syari'at menghitung zakat dari total asset, bahkan ada yang sama sekali tidak mengeluarkan zakat dengan dalih sudah banyak bersedekah, padahal dengan banyak bersedekah tidak melepaskan seseorang dari tuntutan syari'at untuk berzakat, karena sedekah hukumnya sunat, dan zakat hukumnya wajib.
Pekerja pekerja professioanal seperti Dokter spesialis, Pengacara, Notaris dan berbagai profesi lainnya, seolah olah tidak wajib berzakat, karena dalam hukum fiqih tidak pernah disebutkan adanya zakat profesi, mereka lupa bahwa ada dikenakan zakat harta dalam kajian fiqih, apakah pekerja pekerja professional bukan mengumpulkan harta.
Kesimpulan yang dapat kita ambil adalah yan dimaksud dengan Syethan adalah Syethan itu terdiri dari dua jenis makhluk, yaitu Syeithan yang tidak tampak (makhluk jin dan iblis) yang selalu membisikkan untuk meraih kenikmatan duniawi yang berlebihan, sehingga manusia terjerumus kedalam Neraka, dan yang kedua Syeitjhan yang tampak yaitu manusia itu sendiri yang sengaja mengajak manusia yang lain untuk mencintai dunia (hubbud dunya) secara berlebihan yang akibatnya sama fatalnya seperti bisikan Syeithan dan Iblis yang tak tampak yang pada akhirnya yang bisa tergoda tentunya Nerakalah tempat tinggalnya.
Allah telah mengunci ayat tersebut diatas, dengan kalimat: "fa innahu lakum 'aduwwum mubin", yang artinya: "sesungguhmya Syeithai itu adalah musuh kamu yang nyata". Maksudnya baik Syeithan yang tampak ataupun Syeithan yang tak tampak adalah mretrupakan musduh yang nyata bagi orang orang yang telah mengaku beriman.
Himbauan penulis kepada yang dapat membaca tulisan ml, marilah kita meningkatkan mutu keislaman dan keimanan kita kepada Allah, sehingga kita bisa mempetoleh keislaman yang kaffah, dan hendaknya kita mampu menjauhi dan meninggalkan perangkap perangkap Syeithan, karena Allah sudah nyatakan bahwa Syeithan itu adalah nmusuh kita yang nyata. Wallahu A'lam Bishshawab.
Jika kita tinjau dalam ibadah zakat dan Hajji, tentunya Iebih memprihatinkan lagi, masih banyak orang orang yang berniaga menunaikan zakat tidak sesuai dengan ketentuan syari'at, artinya masih banyak yang mengelak atau mengurangi dari ketentuan yang sebenarnya, misalnya menghitung zakat dari hasil keuntungan saja padahal ketentuan syari'at menghitung zakat dari total asset, bahkan ada yang sama sekali tidak mengeluarkan zakat dengan dalih sudah banyak bersedekah, padahal dengan banyak bersedekah tidak melepaskan seseorang dari tuntutan syari'at untuk berzakat, karena sedekah hukumnya sunat, dan zakat hukumnya wajib.
Pekerja pekerja professioanal seperti Dokter spesialis, Pengacara, Notaris dan berbagai profesi lainnya, seolah olah tidak wajib berzakat, karena dalam hukum fiqih tidak pernah disebutkan adanya zakat profesi, mereka lupa bahwa ada dikenakan zakat harta dalam kajian fiqih, apakah pekerja pekerja professional bukan mengumpulkan harta.
Banyak orang kaya yang sehat belum melaksanakan ibadah Haji karena alasan masih terlalu muda khawatir tidak dapat menjaganya, dan yang paling aneah ada juga yang mengatakan belum ada panggilan, dan ada lagi yang beralasan malas mendaftarkan untuk ibadah Haji krena menunggu lebih dari sepuluh tahun,jika mati sebelum itu kan sia sia saja, karena pemahaman dan ilmu untuk itu belum memadai.
Ketiga, dalam aspek mu'amalah, masih banyak masyarakat kita belum mengetahui apa yang dimaksud dengan mu'amalah, sehingga tidak peduli dengan tetangga yang miskin, orang orang dlu'afa dan anak yatim, yang penting cukup menjaga hubungan baik saja, seolah olah mereka tidak punya kewajiban sama sekali terhadap orangborang tersebut, dan malah ada yang lebih buruk dari itu, yaitu yang selalu cek cok dan ribut dengan tetangga disebabkan hal ' hal yang kecil, seperti pertengkaran anak anak dan persoalan -persoalan bunyi kaset yang ketras keras dan lain sebagainya.
Ke empat, dalam aspek hukum syari'at. Bila kita tinjau dalam aspek ini, maka banyak sekali masyarakat yang masuk Neraka, karena tidak pernah membagi harta warisan yang ditinggalakn oleh suami, oleh isteri, dan oleh kedua orang tua, dan berlangsung betahaun tahun sampai ada salah seorang yang serbenarnya mendapat warisan dari almarhum ayah atau ibunya, tidak pernah dia nikmati sampai dia menyusul meninggal dunia seperti almarhum ayah atau ibunya. Begitu juga yang membagi harta warisan sama besarnya antara anak laki laki dan perempuan, seolah olah hukum yang ditetapkan dalam al Quran, tidak adil, mengapa klaum lelaki mendapat dua bagian sedangkan perempuan hanya mendapat satu bagian saja. Ini artinya kan sama saja menghujat Allah Swt, atau dengan istilah lain secra terang terangan menentang ketentuan Allah. Dalam kedah ushul fiqih orang seperti itu sudah termasuk dalam golongan kafir. Inilah fenomena ummat Islam Indonesia secara umum sa'at ini, hanya ada segelintir saja yang sudah mampu menjalankan syari'at Islam secara kaffah.
Perintah kedua dalam konteks ayat diatas ialah, supaya manusia jangan mengikuti Iaangkah langkah Syeithan, atau dengan istilah lain jangan tertjerumus dalam perangkap Syeithan. (perintah yang berbentuk lara gan). Dalam kaedah ushul fiqih yang dimaksud dengan Syeithan bukanlah makhluk khusus, tetapi sifatnya yang disebut dengan sifat syeithaniah, artinya sifat yang suka menggoda ummat Islam untuk lari dari petunjuk Allah dan tuntunan Rasul, bisa saja dari makhluk jin yang ingkar kepada Allah dan bisa juga dari makhluk jin yang ingkar kepada Allah dan bisa juga dari mahkluk manusia, seperti yang tersebut dalam surah An Nas (minal jinnati wan nas), sedangkan iblis adalah berasal dari mahklukjin yang telah dimurkai Allah disebabkan melanggar perintah Allah untuk tunduk kepada Adam. (Lihat Q.S. 2/AI Baqarah: 34).
Pengertian langkah Ingkah menurut hemat penulis ada urutan urutan pekerjaan atau aktifitas yang dimulai dari niat sampai kepad pelaksanaan baik pekerjaan duniawiyah maupun ibadah yang dilakukan manusia, yang persis seperti yang dilakukan oleh sifat sifat syeithaniah, misalnya, kita melakukan ibadah maghdhah seperti shalat, puasa, zakat dan haji, tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul, yang banyak bid'ah, khurafat dan tahyul (TBC). Demikian juga pekerjaan duniawiyah seperti bertani, berladang, berternak, dan berniaga yang tidak sesuai dengan landasan syari'at Islam, misalnya membungakan uang, bertani dengan merugikan petani yang lain, berdagang dengan mengambilmkeuntungan berlipat ganda, menimbun barang untuk mengmbil keuntungan ketika barang barang langka di psaran supaya bisa dijual dengan harga yang tinggi, disa'at para konsumen terpaksa membelinya karena sangat membutuhkannya barang tersebut walaupu harga mencekik leher terpaksa juga membelinya, memanipulasi berbagai komoditas kebutuhan masyarakat demi meraih keuntungan pribadi dan lain sebagainya.
Dalam hubungan sosial kemasyarakatan, langkah langkah Syeithan antara lain, menghasut, memfltnah, meremehkan orang lain, berprilaku sombong, takabbur, bangga dengan diri sendiri, egois, suka bertengkar, gibah (mengupat), tiggi hati, dan semua penyakit hati yang cenderung kepada prilaku syethaniah.
Kesimpulan yang dapat kita ambil adalah yan dimaksud dengan Syethan adalah Syethan itu terdiri dari dua jenis makhluk, yaitu Syeithan yang tidak tampak (makhluk jin dan iblis) yang selalu membisikkan untuk meraih kenikmatan duniawi yang berlebihan, sehingga manusia terjerumus kedalam Neraka, dan yang kedua Syeitjhan yang tampak yaitu manusia itu sendiri yang sengaja mengajak manusia yang lain untuk mencintai dunia (hubbud dunya) secara berlebihan yang akibatnya sama fatalnya seperti bisikan Syeithan dan Iblis yang tak tampak yang pada akhirnya yang bisa tergoda tentunya Nerakalah tempat tinggalnya.
Allah telah mengunci ayat tersebut diatas, dengan kalimat: "fa innahu lakum 'aduwwum mubin", yang artinya: "sesungguhmya Syeithai itu adalah musuh kamu yang nyata". Maksudnya baik Syeithan yang tampak ataupun Syeithan yang tak tampak adalah mretrupakan musduh yang nyata bagi orang orang yang telah mengaku beriman.
Himbauan penulis kepada yang dapat membaca tulisan ml, marilah kita meningkatkan mutu keislaman dan keimanan kita kepada Allah, sehingga kita bisa mempetoleh keislaman yang kaffah, dan hendaknya kita mampu menjauhi dan meninggalkan perangkap perangkap Syeithan, karena Allah sudah nyatakan bahwa Syeithan itu adalah nmusuh kita yang nyata. Wallahu A'lam Bishshawab.