-->

Halaman

    Social Items

pada harta-harta mereka terdapat hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (QS. Az Zariyat: 19) 

Salah satu konsep penting dalam sistem ekonomi Islam dengan ekonomi lainnya adalah prinsip persaudaraan (ukhuwwah). Prinsip ukhuwah adalah adalah salah satu prinsip yang terdapat dalam Alquran dan dilakoni oleh Nabi Muhammad SAW sebagai uswah hasanah bagi umat manusia. Prinsip penting ini tidak hanya digunakan sebagai landasan dalam transaksi bisnis namun juga sebagai prinsip dalam hukum yang berkaitan dengan ekonomi bahkan sebagai landasan dalam kebijakan ekonomi.

Memerhatikan dan memegang prinsip persaudaraan dalam ekonomi menjadi syarat memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan sebagai tujuan ekonomi, sebaliknya ekonomi yang dibangun tanpanya prinsip persaudaraan akan menyebabkan kesenjangan, ketersingkiran dan kehancuran perekonomian dan pada gilirannya kehancuran peradaban manusia.

Alquran mengafirmasi prinsip persaudaraan sebagai prinsip universal (QS. AI-Baqarah: 103), sebab semua manusia adalah berasal dari satu nenek moyang yakni Adam dan Hawa (QS. An-Nisa: 1). Selanjutnya, Alquran mengajarkan prinsip persaudaraan bukanlah sesuatu yang bersifat sukarela dimana pelaksanaanya tergantung kesukarelaan seseorang untuk melakukannya, namun persaudaraan menjadi persoalan hak dan kewajiban dimana seseorang wajib melakukannya dan pada saat yang sama berhak memperolehnya. Dengan demikian, rasa bersaudara terhadap orang miskin bukan hanya dengan memberikan sesuatu sesuai kebutuhan atau kemauan seseorang namun adalah kewajiban bagi seseorang yang termasuk dalam kriteria, pada harta-harta mereka terdapat hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (QS. Az Zariyat: 19). Jelas, ayat tersebut menyatakan pada harta kita terdapat hak orang miskin, karena hak mereka, maka menjadi kewajiban bagi orang yang punya harta untuk memberikannya.

Ayat di atas tidak hanya dalam lingkup kebajikan seseorang untuk membantu masyarakat miskin namun juga menjadi landasan dalam membuat kebijakan ekonomi yang berdasarkan keadilan (economic policy based on justice). Kebijakan ekonomi seyogyanya memperhatikan ketidakadilan ekonomi dimana sebagian masyarakat terpinggirkan disebabkan tidak memperoleh akses terhadap ekonomi yang menyebabkan kemiskinan yang pada gilirannya menyebabkan terjadinya penyakit sosial.

Pesan untuk memerhatikan kaum lemah jelas terdapat dalam Alquran: Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik Iaki-Iaki, wanitawanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: Ya Tuhan kami, keluarkan/ah kami dari negeri ini (Makkah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau (QS. An-Nisa: 75). Dalam konteks inilah konsep persaudaraan harus menjadi dasar membuat kebijakan ekonomi yang memihak terhadap kaum marginal (vulnarable group).

Secara khusus, Alquran memperkenalkan konsep persaudaraan eksklusif bagi orang yang beriman yang biasa disebut dengan ukhuwah Islamiyah (QS. AI-Hujurat 11). Menariknya, ayat di atas dan lanjutan ayat berikutnya bukanlah memperkenalkan persaudaraan yang fanatis buta karena hanya satu iman, namun, ayat tersebut memperkenalkan prinsip persaudaraan berdasarkan kriteriakriteria yang bersifat humanis. Alquran memberikan prinsip persaudaran dibangun berdasarkan berdasarkan perdamaian dengan berusaha menyatukan elemen masyarakat, persaudaraan yang berdasarkan persamaan dengan tidak menganggap rendah apalagi mencela pihak lain serta tidak berprasangka buruk apalagi memberikan label buruk kepada pihak lain (QS. Al-Hujurat: 10-12).

Sampai disini, ekonomi Islam telah mengena|kan prinsipprinsip persaingan yang sehat dalam berbisnis (fair competition principles). Lebih tegas, motif ekonomi dalam Islam berdasarkan persaudaraan bukan persaingan yang tidak sehat dimana satu pihak menginginkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa memikirkan kerugian bahkan meminggirkan pihak lain dengan berbagai praktek bisnis kotor seperti praktek monopoli, kartel, curang, penyalahgunaan posisi dominan (abuse ofdominant position) dan seterusnya. Alquran memerintahkan untuk saling tolong menolong dalam ekonomi dan sosial berdasarkan kebaikan dan takwa (QS. AI-Maidah: 2) yakni saling tolong menolong dalam konteks kemanusiaan berdasarkan akhlak mulia untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan (falah).

Sampai disini, prinsip persaudaraan ekonomi yang dimaksud tidak hanya eksklusif kepada umat Islam tetapi juga manusia secara umum untuk kebaikan dan kepentingan bersama berdasarkan keadilan ekonomi. Dengan demikian, ekonomi yang berdasarkan persaudaraan tidak berarti membenci agama lain apalagi etnis tertentu. Tidak berhenti sampai disitu, poin penting yang harus digarisbawahi adalah, persaudaraan yang diejawantahkan dengan saling tolong menolong (ta'awun) adalah dalam rangka mewujudkan ekonomi yang berkeadilan. Kalimat "birr" dan “taqwa” menurut hemat penulis dapat berarti keadilan, dalam konteks ekonomi adalah keadilan ekonomi. Mengapa? Ketidakadilan ekonomilah melahirkan ketimpangan ekonomi, kesenjangan sosial, kebodohan dan sederet penyakit sosial lainnya.

Dalam konteks ekonomi Indonesia saat ini, persaudaraan ekonomi umat Islam menjadi penting dan harus menemukan momentumnya dalam rangka menuntut keadilan ekonomi dimana "kue ekonomi" hanya dikuasai oleh orang-orang tertentu dan pada saat yang sama kemiskinan, kemelaratan dirasakan oleh masyarakat dimana umat Islam sebagian besar di dalamnya. Karenanya, umat Islam Indonesia yang merupakan pemegang saham utama dalam pendirian negara ini menginginkan persatuan bangsa yang saat ini tidak mencerminkan kesejahteraan dalam bidang ekonomi dan sosial.

Alquran memerintahkan untuk menjaga persatuan dengan menjaga persaudaraan (QS. AI-Imran: 103), sebab dengan persaudaraan akan menyatukan dan memererat hubungan masyarakat dan ekonomi secara berkelanjutan. Persaudaraan akan menciptakan prilaku yang menempatkan keuntungan ekonomi secara merata dengan cara menciptaan kesejahteraan bagi yang lain dan menciptakan iklim persaingan sehat dan stabilitas dalam bebangsa dan bernegara sehingga menciptakan peradaban sebuah bangsa.

Hal inilah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. sebagai pemimpin agama dan negara pasca persitiwa hijrah dari Mekah ke Madinah dalam membentuk sebuah peradaban. Fondasi awal yang ditapak umat Islam adalah membangun persaudaraan diantara para sahabat muhajirin dan anshor.

Persaudaraan dilanjutkan dengan membangun kekuatan ekonomi melalui aktivitas ekonomi di pasar. Kaum Anshar dengan penuh persaudaraan menyambut kaum muhajirin dengan tidak memandang mereka sebagai tamu apalagi warga kelas dua (second class). Persaudaraan agama secara bersamaan menjadi persaudaraan ekonomi sebagaimana dapat yang ditunjukkan oleh kaum Anshor dengan memberikan akses ekonomi di pasar serta memberikan pinjaman modal kepada kaum muhajirin untuk memulai perdagangan. Jelaslah bahwa keberhasilan bisnis kaum muhajirin seperti Abdurrahman bin 'Auf, Utsman bin Affan adalah buah dari persaudaraan dengan kaum Anshar.

Sampai di sini, sebagaimana disebutkan Ahmad Anis dalam “Brotherhood" bahwa persaudaraan, selain menciptakan persaingan yang sehat di pasar, juga menjadikan perdagangan menjadi satu kesatuan di dalam masyarakat muslim dan negara "....trading and commerce are encouraged in a Muslim society and state" (Anis Ahmad: Encyclopaedia Islamic Economics: 2009). Kondisi inilah yang terdapat dalam sejarah peradaban Islam dimana kota-kota saat itu tidak hanya sebagai pusat keagamaan dan intelektual namun juga sebagai pusat perdagangan (center of trade) sebut saja semisal kota Baghdad, Istambul, Cordova, Kairo dan sebagainya. Wallahu'alam.




Ekonomi Ukhuwah Dan Peradaban Islam

pada harta-harta mereka terdapat hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (QS. Az Zariyat: 19) 

Salah satu konsep penting dalam sistem ekonomi Islam dengan ekonomi lainnya adalah prinsip persaudaraan (ukhuwwah). Prinsip ukhuwah adalah adalah salah satu prinsip yang terdapat dalam Alquran dan dilakoni oleh Nabi Muhammad SAW sebagai uswah hasanah bagi umat manusia. Prinsip penting ini tidak hanya digunakan sebagai landasan dalam transaksi bisnis namun juga sebagai prinsip dalam hukum yang berkaitan dengan ekonomi bahkan sebagai landasan dalam kebijakan ekonomi.

Memerhatikan dan memegang prinsip persaudaraan dalam ekonomi menjadi syarat memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan sebagai tujuan ekonomi, sebaliknya ekonomi yang dibangun tanpanya prinsip persaudaraan akan menyebabkan kesenjangan, ketersingkiran dan kehancuran perekonomian dan pada gilirannya kehancuran peradaban manusia.

Alquran mengafirmasi prinsip persaudaraan sebagai prinsip universal (QS. AI-Baqarah: 103), sebab semua manusia adalah berasal dari satu nenek moyang yakni Adam dan Hawa (QS. An-Nisa: 1). Selanjutnya, Alquran mengajarkan prinsip persaudaraan bukanlah sesuatu yang bersifat sukarela dimana pelaksanaanya tergantung kesukarelaan seseorang untuk melakukannya, namun persaudaraan menjadi persoalan hak dan kewajiban dimana seseorang wajib melakukannya dan pada saat yang sama berhak memperolehnya. Dengan demikian, rasa bersaudara terhadap orang miskin bukan hanya dengan memberikan sesuatu sesuai kebutuhan atau kemauan seseorang namun adalah kewajiban bagi seseorang yang termasuk dalam kriteria, pada harta-harta mereka terdapat hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (QS. Az Zariyat: 19). Jelas, ayat tersebut menyatakan pada harta kita terdapat hak orang miskin, karena hak mereka, maka menjadi kewajiban bagi orang yang punya harta untuk memberikannya.

Ayat di atas tidak hanya dalam lingkup kebajikan seseorang untuk membantu masyarakat miskin namun juga menjadi landasan dalam membuat kebijakan ekonomi yang berdasarkan keadilan (economic policy based on justice). Kebijakan ekonomi seyogyanya memperhatikan ketidakadilan ekonomi dimana sebagian masyarakat terpinggirkan disebabkan tidak memperoleh akses terhadap ekonomi yang menyebabkan kemiskinan yang pada gilirannya menyebabkan terjadinya penyakit sosial.

Pesan untuk memerhatikan kaum lemah jelas terdapat dalam Alquran: Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik Iaki-Iaki, wanitawanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: Ya Tuhan kami, keluarkan/ah kami dari negeri ini (Makkah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau (QS. An-Nisa: 75). Dalam konteks inilah konsep persaudaraan harus menjadi dasar membuat kebijakan ekonomi yang memihak terhadap kaum marginal (vulnarable group).

Secara khusus, Alquran memperkenalkan konsep persaudaraan eksklusif bagi orang yang beriman yang biasa disebut dengan ukhuwah Islamiyah (QS. AI-Hujurat 11). Menariknya, ayat di atas dan lanjutan ayat berikutnya bukanlah memperkenalkan persaudaraan yang fanatis buta karena hanya satu iman, namun, ayat tersebut memperkenalkan prinsip persaudaraan berdasarkan kriteriakriteria yang bersifat humanis. Alquran memberikan prinsip persaudaran dibangun berdasarkan berdasarkan perdamaian dengan berusaha menyatukan elemen masyarakat, persaudaraan yang berdasarkan persamaan dengan tidak menganggap rendah apalagi mencela pihak lain serta tidak berprasangka buruk apalagi memberikan label buruk kepada pihak lain (QS. Al-Hujurat: 10-12).

Sampai disini, ekonomi Islam telah mengena|kan prinsipprinsip persaingan yang sehat dalam berbisnis (fair competition principles). Lebih tegas, motif ekonomi dalam Islam berdasarkan persaudaraan bukan persaingan yang tidak sehat dimana satu pihak menginginkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa memikirkan kerugian bahkan meminggirkan pihak lain dengan berbagai praktek bisnis kotor seperti praktek monopoli, kartel, curang, penyalahgunaan posisi dominan (abuse ofdominant position) dan seterusnya. Alquran memerintahkan untuk saling tolong menolong dalam ekonomi dan sosial berdasarkan kebaikan dan takwa (QS. AI-Maidah: 2) yakni saling tolong menolong dalam konteks kemanusiaan berdasarkan akhlak mulia untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan (falah).

Sampai disini, prinsip persaudaraan ekonomi yang dimaksud tidak hanya eksklusif kepada umat Islam tetapi juga manusia secara umum untuk kebaikan dan kepentingan bersama berdasarkan keadilan ekonomi. Dengan demikian, ekonomi yang berdasarkan persaudaraan tidak berarti membenci agama lain apalagi etnis tertentu. Tidak berhenti sampai disitu, poin penting yang harus digarisbawahi adalah, persaudaraan yang diejawantahkan dengan saling tolong menolong (ta'awun) adalah dalam rangka mewujudkan ekonomi yang berkeadilan. Kalimat "birr" dan “taqwa” menurut hemat penulis dapat berarti keadilan, dalam konteks ekonomi adalah keadilan ekonomi. Mengapa? Ketidakadilan ekonomilah melahirkan ketimpangan ekonomi, kesenjangan sosial, kebodohan dan sederet penyakit sosial lainnya.

Dalam konteks ekonomi Indonesia saat ini, persaudaraan ekonomi umat Islam menjadi penting dan harus menemukan momentumnya dalam rangka menuntut keadilan ekonomi dimana "kue ekonomi" hanya dikuasai oleh orang-orang tertentu dan pada saat yang sama kemiskinan, kemelaratan dirasakan oleh masyarakat dimana umat Islam sebagian besar di dalamnya. Karenanya, umat Islam Indonesia yang merupakan pemegang saham utama dalam pendirian negara ini menginginkan persatuan bangsa yang saat ini tidak mencerminkan kesejahteraan dalam bidang ekonomi dan sosial.

Alquran memerintahkan untuk menjaga persatuan dengan menjaga persaudaraan (QS. AI-Imran: 103), sebab dengan persaudaraan akan menyatukan dan memererat hubungan masyarakat dan ekonomi secara berkelanjutan. Persaudaraan akan menciptakan prilaku yang menempatkan keuntungan ekonomi secara merata dengan cara menciptaan kesejahteraan bagi yang lain dan menciptakan iklim persaingan sehat dan stabilitas dalam bebangsa dan bernegara sehingga menciptakan peradaban sebuah bangsa.

Hal inilah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. sebagai pemimpin agama dan negara pasca persitiwa hijrah dari Mekah ke Madinah dalam membentuk sebuah peradaban. Fondasi awal yang ditapak umat Islam adalah membangun persaudaraan diantara para sahabat muhajirin dan anshor.

Persaudaraan dilanjutkan dengan membangun kekuatan ekonomi melalui aktivitas ekonomi di pasar. Kaum Anshar dengan penuh persaudaraan menyambut kaum muhajirin dengan tidak memandang mereka sebagai tamu apalagi warga kelas dua (second class). Persaudaraan agama secara bersamaan menjadi persaudaraan ekonomi sebagaimana dapat yang ditunjukkan oleh kaum Anshor dengan memberikan akses ekonomi di pasar serta memberikan pinjaman modal kepada kaum muhajirin untuk memulai perdagangan. Jelaslah bahwa keberhasilan bisnis kaum muhajirin seperti Abdurrahman bin 'Auf, Utsman bin Affan adalah buah dari persaudaraan dengan kaum Anshar.

Sampai di sini, sebagaimana disebutkan Ahmad Anis dalam “Brotherhood" bahwa persaudaraan, selain menciptakan persaingan yang sehat di pasar, juga menjadikan perdagangan menjadi satu kesatuan di dalam masyarakat muslim dan negara "....trading and commerce are encouraged in a Muslim society and state" (Anis Ahmad: Encyclopaedia Islamic Economics: 2009). Kondisi inilah yang terdapat dalam sejarah peradaban Islam dimana kota-kota saat itu tidak hanya sebagai pusat keagamaan dan intelektual namun juga sebagai pusat perdagangan (center of trade) sebut saja semisal kota Baghdad, Istambul, Cordova, Kairo dan sebagainya. Wallahu'alam.




Load Comments

Subscribe Our Newsletter