-->

Halaman

    Social Items



Pertanyaan tentang sifat-sifat Tuhan, dan keberadaan neraka, surga, atau malaikat bisa menyulitkan kita karena kita tidak bisa mengindera semua itu. Padahal keterinderaan merupakan kriteria yang telah disebutkan di atas. Mungkinkah kita membuktikan keberadaan semua itu tanpa dengan melakukan penginderaan? Marilah kita memulai dengan keberadaan Tuhan. Sebagaimana diterang-kan sebelumnya, keberadaan Tuhan bisa dibuktikan dengan memikirkan segala sesuatu yang ada, dan mendeduksikan bahwa semuanya bersifat terbatas dan bergantung kepada yang lain. Jumlahan dari sesuatu yang terbatas dan bergantung kepada yang Iain akan bersifat terbatas dan sesuatu yang terbatas akan memiliki awal dan akhir.

Segala sesuatu yang terbatas pasti diciptakan karena berdasarkan pengamatan realitas kita mengetahui bahwa sesuatu yang bersifat terbatas itu tidak mampu menciptakan dirinya sendiri. Segala sesuatu yang bergantung tidak .bisa memenuhi kebutuhannya sendiri.

Oleh karena itu sesuatu itu memerlukan sesuatu yang Iain agar bisa terjaga kelangsungannya; sesuatu tersebut tidak bisa ada dengan sendirinya. Penopang keberlangsungan segala sesuatu berdasarkan pembuktian rasional telah kita kenali. Kita telah menyebutnya sebagai Tuhan atau Alloh.

Bukti ini telah dilakukan melalui pemeriksaan terhadap segala sesuatu yang hm kim indera sehingga memenuhi kriteria batas indera kita. Fakta bahwa Tuhan itu tidak terbatas dan tidak bergantung kepada yang Iain, dan kita tidak bisa mengindera deskripsi atau sifat Tuhan. tidak ada hubungannya dengan pembuktian akan keberadaan Tuhan. Dan meluangkan waktu untuk mencoba mengindera apa-apa yang tidak bisa kita indera merupakan kegiatan yang tidak produktif dan tidak akan mengarahkan kita ke ‘kedamaian pikiran’.

Secara intelektual kita membawa argumen yang meyakinkan tentang keberadaan Tuhan. Kita mesti juga memeriksa apakah hal ini sesuai dengan fitrah manusia.

Manusia memiliki naluri dan kebutuhan jasmani tertentu yg selalu memerlukan pemenuhannya. Kebutunan Jasmani berupa makan dan minum, bila tidak dipenuhi, akan berakibat kematian manusia. Naluri bisa dikelompokkan menjadi tiga macam: naluri mempertahankan diri (gharizatul baqo'), naluri ketertarikan terhadap lawan jenis (gharizatun nau’), dan naluri beragama (gharizatut tadayyun). Dengan jelas kita bisa mengenali perwujudan atau perilaku manusia tertentu yang mencerminkan kebutuhannya untuk memenuhi naluri-naluri ini. Manusia mengumpulkan harta benda atau barang-barang yang indah semacam keinginan untuk memiliki harta kekayaan, keinginan untuk bekerja dan berpenghasilan, bisa menjadi bersifat rakus, dan menabung demi masa depan merupakan usaha untuk memenuhi naluri mempertahankan diri. Demikian pula perasaan kasih sayang, cinta, perkawinan, dan kecendrungan seksual merupakan ungkapan  gharizah nau’ manusia. Ke-inginan untuk melalukan penyembahan, pengkeramatan,pemujaan atau mendekati sesuatu yang memiliki kekuasaan atau pengaruh yang lebih besar merupakan bagian dari perwujudan naluri beragama manusia.

Dalam dunia yang sangat sekuler dan materialistis barangkali banyak orang yang mengingkari adanya naluri beragama dalam diri manusia. Pendapat ini bertentangan dengan fakta yang sebenarnya. Bahkan dalam masyarakat yang paling atheis pun, seperti di bekas negara Rusia Komunis tempat bercokoInya aqidah komunisme yang mengingkari keberadaan Tuhan, kita menemukan adanya patung-patung para tokoh mereka yang terpajang di mana-mana Hal ini tidak lain merupakan perwujudan
untuk memenuhi keinginan manusia dalam mengagungkan sesuatu yang lebih besar daripada dirinya. Dengan demikian manusia telah terbelokkan dari menyembah Sang Pencipta menuju penyembahan terhadap orang semacam Lenin dan Marx.

   Keadaan di dunia Barat pun tiada berbeda. Di sana banyak manusia yang menyembah dan memuja orang-orang terkenal seperti politisi, pelaku bisnis yang herpengaruh, selibriti, raja, atau bahkan para olah ragawan. Situasi penyembahan terhadap manusia semacam itu pada akhimya tidaklah mampu memberikan kepuasan karena semua manusia sama-sama terbatas dan saling bergantungan. Manusia tidak mampu mempengaruhi nasib akhir manusia lainnya. Kita menyaksikan para politisi dan filosof berbuat kesalahan, para pelaku bisnis menderita kebangkrutan, dan tidak ada olahragawan yang mampu mengubah nasibnya.

    Bila manusia ingin memenuhi naluri beragamanya,dia harus mengagungkan sesuatu yang berkuasa atas dirinya, sesuatu yang merupakan tujuan akhir kembalinya semua manusia. Dengan menyembah dan mensucikan hubungan dengan Tuhan berarti manusia telah memiliki tujuan tertentu dalam kehidupan ini, berarti pula dia telah mengakui segala keterbatasan yang dia miliki, dan dia mencari petunjuk tentang segala persoalan hidup ini hanya dari samba satu-satunya yang berpengetahuan dan berpmahaman mutlak atas dirinya.
  Hanya dengan menyembah Sang Pencipta yang berpengetahuan dan berkekuasaan mutlak sajalah yang bisa merupakan bentuk penyembahan yang benar-benar memuaskan. penyembahan yang cocok sepenuhnya dengan naluri beragama manusia. Menyembah atau mengagungkan orang atau benda-benda lain semacam uang, secara intelektual bersifat lemah dan tiada pernah akan mampu memuaskan naluri kita. Sementara itu manusia barangkali meyakini keberadaan Tuhan dengan menggunakan emosi perasaan naluriahnya. Akan tetapi hal ini tidak bisa diandalkan dan berbahaya, karena cmosi itu bersifat berubah-ubah dan bisa menambah-nambah kesalahan terhadap keyakinan dan tindakan seseorang.

    Dalam sejarah kita telah menyaksikan bermacam-macam contoh manusia yang terombang-ambing dalam mempercayai fantasi atau perdukunan, atau mensifati Tuhan dengan sifat-sifat manusia. membahas masalah anak Tuhan, reinkarnasi Tuhan dan seterusnya. yang semuanya bersifat sesat dan dengan mudah bisa mengakibatkan goyahnya keyakinan. Oleh karena itu wajib bagi setiap muslim unluk meyakini eksistensi Tuhan bukan hanya melalui perasaan emosi naluriah, tetapi juga dengan menggunakan akal. Orang yang beriman harus meyakini keberadaan Tuhan secara intelektual atau bila tidak demikian, perasaan emosi akan keimanan bisa berubah dengan mudah. Konsep yang diyakini oleh seseorang tidak akan mungkin berubah bila tidak ada argumen pembantah yang lebih kuat, sehingga penggunaan akal diperlukan agar pemahaman dan keyakinan bisa mengakar dengan kuat tanpa tergoyahkan. Perhatikan

 إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَأٓيَٰتٍ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ


Firman Allah: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan terdapat
tanda-tanda bagi orang yang berakal. " (QS.Ali lmran: 190) 

Al-Qur’an telah memuat ratusan ayat yang mengarahkan manusia untuk memeriksa dan memikirkan alam semesta dan penciptaan secara mendalam, untuk memeriksa kesalingterkaitannya dan sifat-sifat yang mengarahkan seseorang untuk meyakini keberadaan Sang Pencipta dengan menggunakan akal dan pikiran. Perhatikan lagi
Firman Allah:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

"Sesungguhnya dalam penciptaan 

langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di Iaut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. " (QS. Al Baqarah:164)


Keberadaan Tuhan telah kita buktikan dengan menggunakan argumen intelektual dan naluriah serta dengan memanfaatkan bukti yang berada dalam jangkauan indera kita. Dari posisi ini, kita perlu menanyakan bagian aqidah selanjutnya dan membuktikan kebenaran ayat-ayatnya. Kita mulai dengan memeriksa pertanyaan tentang petunjuk ilahiyah. Apa yang telah diberikan Tuhan kepada kita, mekanisme apa yang diperlukan manusia untuk menyelesaikan segala permasalahannya?. 

APAKAH ISLAM SEBAGAI PANDANGAN HIDUP BERSIFAT LENGKAP DAN BENAR?



Pertanyaan tentang sifat-sifat Tuhan, dan keberadaan neraka, surga, atau malaikat bisa menyulitkan kita karena kita tidak bisa mengindera semua itu. Padahal keterinderaan merupakan kriteria yang telah disebutkan di atas. Mungkinkah kita membuktikan keberadaan semua itu tanpa dengan melakukan penginderaan? Marilah kita memulai dengan keberadaan Tuhan. Sebagaimana diterang-kan sebelumnya, keberadaan Tuhan bisa dibuktikan dengan memikirkan segala sesuatu yang ada, dan mendeduksikan bahwa semuanya bersifat terbatas dan bergantung kepada yang lain. Jumlahan dari sesuatu yang terbatas dan bergantung kepada yang Iain akan bersifat terbatas dan sesuatu yang terbatas akan memiliki awal dan akhir.

Segala sesuatu yang terbatas pasti diciptakan karena berdasarkan pengamatan realitas kita mengetahui bahwa sesuatu yang bersifat terbatas itu tidak mampu menciptakan dirinya sendiri. Segala sesuatu yang bergantung tidak .bisa memenuhi kebutuhannya sendiri.

Oleh karena itu sesuatu itu memerlukan sesuatu yang Iain agar bisa terjaga kelangsungannya; sesuatu tersebut tidak bisa ada dengan sendirinya. Penopang keberlangsungan segala sesuatu berdasarkan pembuktian rasional telah kita kenali. Kita telah menyebutnya sebagai Tuhan atau Alloh.

Bukti ini telah dilakukan melalui pemeriksaan terhadap segala sesuatu yang hm kim indera sehingga memenuhi kriteria batas indera kita. Fakta bahwa Tuhan itu tidak terbatas dan tidak bergantung kepada yang Iain, dan kita tidak bisa mengindera deskripsi atau sifat Tuhan. tidak ada hubungannya dengan pembuktian akan keberadaan Tuhan. Dan meluangkan waktu untuk mencoba mengindera apa-apa yang tidak bisa kita indera merupakan kegiatan yang tidak produktif dan tidak akan mengarahkan kita ke ‘kedamaian pikiran’.

Secara intelektual kita membawa argumen yang meyakinkan tentang keberadaan Tuhan. Kita mesti juga memeriksa apakah hal ini sesuai dengan fitrah manusia.

Manusia memiliki naluri dan kebutuhan jasmani tertentu yg selalu memerlukan pemenuhannya. Kebutunan Jasmani berupa makan dan minum, bila tidak dipenuhi, akan berakibat kematian manusia. Naluri bisa dikelompokkan menjadi tiga macam: naluri mempertahankan diri (gharizatul baqo'), naluri ketertarikan terhadap lawan jenis (gharizatun nau’), dan naluri beragama (gharizatut tadayyun). Dengan jelas kita bisa mengenali perwujudan atau perilaku manusia tertentu yang mencerminkan kebutuhannya untuk memenuhi naluri-naluri ini. Manusia mengumpulkan harta benda atau barang-barang yang indah semacam keinginan untuk memiliki harta kekayaan, keinginan untuk bekerja dan berpenghasilan, bisa menjadi bersifat rakus, dan menabung demi masa depan merupakan usaha untuk memenuhi naluri mempertahankan diri. Demikian pula perasaan kasih sayang, cinta, perkawinan, dan kecendrungan seksual merupakan ungkapan  gharizah nau’ manusia. Ke-inginan untuk melalukan penyembahan, pengkeramatan,pemujaan atau mendekati sesuatu yang memiliki kekuasaan atau pengaruh yang lebih besar merupakan bagian dari perwujudan naluri beragama manusia.

Dalam dunia yang sangat sekuler dan materialistis barangkali banyak orang yang mengingkari adanya naluri beragama dalam diri manusia. Pendapat ini bertentangan dengan fakta yang sebenarnya. Bahkan dalam masyarakat yang paling atheis pun, seperti di bekas negara Rusia Komunis tempat bercokoInya aqidah komunisme yang mengingkari keberadaan Tuhan, kita menemukan adanya patung-patung para tokoh mereka yang terpajang di mana-mana Hal ini tidak lain merupakan perwujudan
untuk memenuhi keinginan manusia dalam mengagungkan sesuatu yang lebih besar daripada dirinya. Dengan demikian manusia telah terbelokkan dari menyembah Sang Pencipta menuju penyembahan terhadap orang semacam Lenin dan Marx.

   Keadaan di dunia Barat pun tiada berbeda. Di sana banyak manusia yang menyembah dan memuja orang-orang terkenal seperti politisi, pelaku bisnis yang herpengaruh, selibriti, raja, atau bahkan para olah ragawan. Situasi penyembahan terhadap manusia semacam itu pada akhimya tidaklah mampu memberikan kepuasan karena semua manusia sama-sama terbatas dan saling bergantungan. Manusia tidak mampu mempengaruhi nasib akhir manusia lainnya. Kita menyaksikan para politisi dan filosof berbuat kesalahan, para pelaku bisnis menderita kebangkrutan, dan tidak ada olahragawan yang mampu mengubah nasibnya.

    Bila manusia ingin memenuhi naluri beragamanya,dia harus mengagungkan sesuatu yang berkuasa atas dirinya, sesuatu yang merupakan tujuan akhir kembalinya semua manusia. Dengan menyembah dan mensucikan hubungan dengan Tuhan berarti manusia telah memiliki tujuan tertentu dalam kehidupan ini, berarti pula dia telah mengakui segala keterbatasan yang dia miliki, dan dia mencari petunjuk tentang segala persoalan hidup ini hanya dari samba satu-satunya yang berpengetahuan dan berpmahaman mutlak atas dirinya.
  Hanya dengan menyembah Sang Pencipta yang berpengetahuan dan berkekuasaan mutlak sajalah yang bisa merupakan bentuk penyembahan yang benar-benar memuaskan. penyembahan yang cocok sepenuhnya dengan naluri beragama manusia. Menyembah atau mengagungkan orang atau benda-benda lain semacam uang, secara intelektual bersifat lemah dan tiada pernah akan mampu memuaskan naluri kita. Sementara itu manusia barangkali meyakini keberadaan Tuhan dengan menggunakan emosi perasaan naluriahnya. Akan tetapi hal ini tidak bisa diandalkan dan berbahaya, karena cmosi itu bersifat berubah-ubah dan bisa menambah-nambah kesalahan terhadap keyakinan dan tindakan seseorang.

    Dalam sejarah kita telah menyaksikan bermacam-macam contoh manusia yang terombang-ambing dalam mempercayai fantasi atau perdukunan, atau mensifati Tuhan dengan sifat-sifat manusia. membahas masalah anak Tuhan, reinkarnasi Tuhan dan seterusnya. yang semuanya bersifat sesat dan dengan mudah bisa mengakibatkan goyahnya keyakinan. Oleh karena itu wajib bagi setiap muslim unluk meyakini eksistensi Tuhan bukan hanya melalui perasaan emosi naluriah, tetapi juga dengan menggunakan akal. Orang yang beriman harus meyakini keberadaan Tuhan secara intelektual atau bila tidak demikian, perasaan emosi akan keimanan bisa berubah dengan mudah. Konsep yang diyakini oleh seseorang tidak akan mungkin berubah bila tidak ada argumen pembantah yang lebih kuat, sehingga penggunaan akal diperlukan agar pemahaman dan keyakinan bisa mengakar dengan kuat tanpa tergoyahkan. Perhatikan

 إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَأٓيَٰتٍ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ


Firman Allah: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan terdapat
tanda-tanda bagi orang yang berakal. " (QS.Ali lmran: 190) 

Al-Qur’an telah memuat ratusan ayat yang mengarahkan manusia untuk memeriksa dan memikirkan alam semesta dan penciptaan secara mendalam, untuk memeriksa kesalingterkaitannya dan sifat-sifat yang mengarahkan seseorang untuk meyakini keberadaan Sang Pencipta dengan menggunakan akal dan pikiran. Perhatikan lagi
Firman Allah:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

"Sesungguhnya dalam penciptaan 

langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di Iaut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. " (QS. Al Baqarah:164)


Keberadaan Tuhan telah kita buktikan dengan menggunakan argumen intelektual dan naluriah serta dengan memanfaatkan bukti yang berada dalam jangkauan indera kita. Dari posisi ini, kita perlu menanyakan bagian aqidah selanjutnya dan membuktikan kebenaran ayat-ayatnya. Kita mulai dengan memeriksa pertanyaan tentang petunjuk ilahiyah. Apa yang telah diberikan Tuhan kepada kita, mekanisme apa yang diperlukan manusia untuk menyelesaikan segala permasalahannya?. 
Load Comments

Subscribe Our Newsletter